Learn Pharmacia Pages

September 26, 2011

Fase Uji Klinis

Uji klinis diperlukan untuk mendukung klaim efektivitas dan keamanan suatu obat. Menjadi prasyarat persetujuan edar obat. Sebelum uji klinis dilakukan pada manusia, biasanya ada uji preklinis terlebih dahulu (studi hewan) untuk menunjukkan manfaat. Uji pada hewan ini umumnya menggunakan berbagai tingkatan dosis. Pada saat uji akan diekstrapolasikan ke manusia, dosis akan dikalkulasi oleh peneliti sedemikian rupa, sehingga dosis yang akan diberikan kepada manusia akan menjadi jauh lebih kecil. Mengenai hal ini akan dibahas lagi secara tersendiri.

Uji klinis terbagi atas beberapa fase: I, II, III, dan IV. Fase I-III adalah uji eksperimental, sedangkan fase IV adalah uji postmarket. Fase I adalah uji konfirmasi dosis efektif dan toksisitas. Subjek sedikit; puluhan orang saja baik sakit ataupun sehat.

Dalam uji klinis fase I, dipakai subjek sakit untuk mengamati dosis optimal, dan subjek sehat untuk mengamati toksisitas. Jumlah subjek yang dipakai masih sedikit, terbatas pada beberapa sampai belasan orang (maksimal rata-rata 20 orang).

Fase II adalah uji konfirmasi efektivitas dan keamanan. Subjek yg dipakai seluruhnya subjek sakit, berjumlah 100-300 orang. Fase II dibagi 2 macam: IIA untuk menilai efektivitas dosis obat, dan IIB untuk efek samping. Belum membandingkan dgn obat lain. Atau kalaupun dibandingkan, biasanya dengan plasebo (obat kosong).

Fase III, tahap terpenting uji eksperimental. Untuk dapat diapprove FDA, sebuah obat butuh minimal 2-3 uji fase IIIA yg berhasil positif. Fase III mengkonfirmasi efektivitas obat sambil memonitor efek samping. Semua dibandingkan dengan obat lain yg sudah ada. Fase III melibatkan subjek ribuan orang, multisenter, wajib menggunakan blinding dan randomisasi.

Dikenal pula fase IIIB yang bertujuan untuk perluasan indikasi suatu obat. Prosedur sama dgn fase III biasa. Setelah lolos fase III, biasanya obat akan direview oleh regulatori setempat. Kalau diterima, obat boleh dipasarkan.

Uji klinis tidak berhenti di sana. Masih ada uji fase IV, yang menilai risiko-manfaat-serta efek samping di masyarakat. Penambahan blackbox warning, revisi label, atau penarikan obat umumnya bersumber dari data uji klinis fase IV. Contoh obat yg ditarik setelah edar karena uji fase IV: sibutramine, troglitazone. Revisi label rosiglitazone juga demikian, terjadi setelah ada data uji klinis fase IV.


September 22, 2011

Komponen Obat Flu: Pilih Hanya yang Anda Perlukan!

Seperti yang kita ketahui, saat ini sudah banyak sekali beredar obat flu di pasaran; dan sebagian besar sudah dapat dibeli secara bebas. Namun tahukah Anda apakah kandungan obat flu yang Anda konsumsi itu sesuai dengan gejala yang Anda alami? Berikut akan kita bahas kandungan zat apa saja yang mungkin terdapat dalam obat flu, dan analisa manfaatnya masing-masing.


September 18, 2011

Pilihan Antihistamin

Histamin adalah suatu zat yang dihasilkan tubuh sebagai respons terhadap proses peradangan atau alergi. Histamin yang diproduksi berlebihan dapat mengakibatkan ruam kulit, urtikaria atau kaligata, gatal, dan sebagainya.

Di tubuh manusia ada tiga macam antagonisme terhadap reseptor histamin: H1, H2, dan H3. Antagonisme H1 umum digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi alergi dan inflamasi. Sering hanya disebut sebagai antihistamin saja. Antagonisme H2 bersifat inhibisi atau menghambat sekresi asam lambung. Dipakai sebagai obat sakit maag. Sedangkan antagonisme H3 lebih berperan ke sistem saraf pusat. Saat ini dipakai sebagai antivertigo atau obat pusing tujuh keliling.

Bahasan kali ini adakah yang menyangkut antihistamin yang bersifat antagonisme H1 saja.

September 14, 2011

Pilihan terapi Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes melitus adalah kondisi di mana kebutuhan insulin tubuh tidak tercukupi; sehingga kadar gula (glukosa) dalam darah meningkat melebihi batas normal. Penyebab diabetes dapat bermacam-macam, namun ada dua jenis diabetes yang utama. Dua tipe diabetes yang utama yaitu diabetes tipe 1 (non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) dan diabetes tipe 2 (insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM).

Perbedaan utama antara kedua tipe diabetes ini terletak di patofisiologi. Masalah diabetes tipe 2 beda dengan tipe 1. Pasien diabetes tipe 1 mutlak membutuhkan insulin seumur hidup, karena tubuhnya mengalami kerusakan jaringan sel beta pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin; dan kondisi ini bersifat autoimun. Sedangkan insulin penderita DM tipe 2 cukup, hanya saja jaringan tubuhnya tidak responsif. Ada pendapat yang mengatakan, diabetes melitus tipe 2 pada akhirnya akan membutuhkan insulin absolut.

Untuk mengatasi masalah yang timbul pada diabetes tipe 2, telah dikembangkan berbagai jenis obat yang sedianya dapat menjadi pilihan bagi pasien diabetes tipe 2. 


September 13, 2011

Kualitas Penelitian

Saat kita membaca suatu penelitian, mungkin kita bertanya-tanya, sudah baguskah kualitas uji klinis ini?
Untuk itu digunakan sistem skoring dari Jadad (Jadad score). Adapun yg dinilai: 1. Randomisasi, 2. Blinding, 3. Withdrawal/dropout.
  • Jika studi dirandomisasi, beri skor 1.
  • Jika metode randomisasi dijelaskan, beri skor 1.
  • Jika metode blinding dijelaskan, beri skor 1.
  • Jika metode randomisasi disebutkan dengan tidak tepat, skor dikurangi 1.
  • Jika metode blinding disebutkan dengan tidak tepat, skor dikurangi 1.
Skor Jadad untuk suatu studi dapat bernilai 0 sampai 5. Untuk disebut sebagai uji klinis bermutu baik atau layak dimasukkan dlm meta-analisis, skor Jadad minimal harus 3. Namun itu hanya pandangan umum, karena pertimbangan memasukkan studi ke meta-analisis sangat tergantung penelitinya.

Referensi:
Jadad AR et al. Control Clin Trials 1996; 17 (1): 1-12

September 12, 2011

Pilihan Terapi pada Dispepsia

Dispepsia adalah semua jenis kondisi yang ditandai gangguan pencernaan di saluran cerna bagian atas, yang ditandai dengan keluhan pada perut bagian atas dan perasaan cepat kenyang setelah makan. Dispepsia umum ditemukan pada penyakit saluran cerna bagian atas, misalnya pada penyakit refluks asam lambung ke esofagus (gastroesophageal reflux disease atau GERD), gastritis (sakit maag), dan peptic ulcer (ulkus peptik atau tukak saluran cerna). Di kalangan awam rata-rata orang menyatakan dispepsia dalam istilah sakit maag.

Terapi Dispepsia: Proton Pump Inhibitor

Proton pump inhibitors atau PPI adalah salah satu obat gastrointestinal yang paling banyak mendapat perhatian saat ini. Termasuk salah satu golongan obat untuk dispepsia dan masalah lambung. PPI merupakan derivat benzimidazol yang bekerja pada bagian sekretori sel-sel parietal lambung dan berikatan dengan saluran ion H+/K+-ATPase (pompa proton). Bagian ini berperan pada tahap akhir produksi asam lambung. Oleh karena itulah obat ini mampu menghasilkan penekanan asam lambung lebih kuat dan lebih lama daripada obat-obat gastritis lainnya.


September 10, 2011

Pilihan terapi untuk Gout

Gout tidak sama dengan asam urat. Asam urat adalah produk penguraian sel yang berasal dari basa nitrogen bernama purin. Purin adalah komponen penting sel karena termasuk penyusun DNA. Purin diuraikan tubuh oleh enzim xanthine-oxidase menjadi produk akhir yang disebut asam urat. Sedangkan gout adalah penyakit metabolik karena kadar asam urat yang tinggi dalam darah (hiperurisemia), atau secara singkat dapat dikatakan sebagai penyakit akibat hiperurisemia. Akumulasi asam urat berlebihan dapat mencetuskan reaksi inflamasi atau peradangan. Salah satu sistem yang terserang adalah sendi.


Besaran Sediaan Obat yang Unik [Unique Dose Form]

[Indonesian]

Sediaan obat umumnya menggunakan angka "genap" seperti 1 mg, 2 mg, 5 mg, 10 mg, 50 mg, 100 mg, 200 mg, 250 mg, 500 mg, dan 1 gram. Atau angka-angka lazim lainnya. Sebenarnya, sediaan tersebut dibuat sesuai dengan penyesuaian dosis dari uji klinis pada hewan, sehingga umumnya obat-obatan menggunakan angka sediaan yang bulat.

Beberapa obat dikenal memiliki dosis dengan angka kurang lazim. Hal ini dapat membantu mengingat, tentunya; karena angka besaran sediaan yang unik tersebut. Berikut ini beberapa yang berhasil kami kumpulkan.