Learn Pharmacia Pages

September 12, 2011

Pilihan Terapi pada Dispepsia

Dispepsia adalah semua jenis kondisi yang ditandai gangguan pencernaan di saluran cerna bagian atas, yang ditandai dengan keluhan pada perut bagian atas dan perasaan cepat kenyang setelah makan. Dispepsia umum ditemukan pada penyakit saluran cerna bagian atas, misalnya pada penyakit refluks asam lambung ke esofagus (gastroesophageal reflux disease atau GERD), gastritis (sakit maag), dan peptic ulcer (ulkus peptik atau tukak saluran cerna). Di kalangan awam rata-rata orang menyatakan dispepsia dalam istilah sakit maag.

Ada berbagai jenis pilihan terapi untuk dispepsia yang tersedia. Secara umum, pilihan terapi dispepsia dapat dibagi menjadi golongan antasida, golongan H2-receptor antagonist, proton pump inhibitor, dan pelindung mukosa lambung. Di luar empat golongan tersebut, ada beberapa obat lain yang juga digunakan untuk dispepsia.


1. Antasida

Antasida adalah suatu garam basa anorganik lemah yang bekerja menetralkan asam lambung yang sudah dihasilkan. Jadi, antasida baru efektif pada saat asam lambung sudah keluar. Jenis antasida yang sering digunakan adalah garam aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida; namun dapat juga berupa garam kalsium atau kombinasi beberapa jenis garam. Antasida sebaiknya diminum sebelum makan atau 1 jam setelah makan.
Keunggulan antasida adalah onset kerjanya yang pendek (segera). Kelemahan antasida adalah tidak dapat diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal.

2. H2-receptor antagonist

H2-receptor antagonist bekerja sebagai inhibitor kompetitif terhadap histamin di reseptor H2 yang terdapat di sel parietal lambung. Dengan mekanisme ini, H2-receptor antagonist dapat menekan produksi asam lambung. Karena secara klinis obat golongan ini sudah kalah unggul daripada proton pump inhibitors dalam mengatasi keluhan terkait asam lambung, H2-receptor antagonist hanya diindikasikan untuk meredakan gejala dispepsia saja. Diduga dapat timbul toleransi terhadap H2-receptor antagonist dengan sebab yang belum jelas.
Contoh-contoh: cimetidine, ranitidine, famotidine.

3. Proton Pump Inhibitors

Proton pump inhibitors atau PPI adalah salah satu obat gastrointestinal yang paling banyak mendapat perhatian saat ini. PPI merupakan derivat benzimidazol yang bekerja pada bagian sekretori sel-sel parietal lambung dan berikatan dengan saluran ion H+/K+-ATPase (pompa proton). Bagian ini berperan pada tahap akhir produksi asam lambung. Oleh karena itulah obat ini mampu menghasilkan penekanan asam lambung lebih kuat dan lebih lama daripada obat-obat gastritis lainnya. PPI sebaiknya diberikan sebelum makan agar fungsinya dapat dioptimalkan. Mengenai profil obat-obatan golongan PPI, akan dibahas dalam artikel tersendiri.
Contoh-contoh PPI yaitu omeprazole, lansoprazole, esomeprazole, pantoprazole, rabeprazole, dan dexlansoprazole.

4. Pelindung Mukosa

Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin E1 sintetik yang menghambat produksi asam lambung dan meningkatkan pertahanan mukosa lambung dari serangan asam. Oleh karena itu, misoprostol dapat melindungi lambung dari perdarahan dan tukak. Meskipun demikian pada kenyataannya misoprostol tidak memperbaiki gejala nyeri perut secara signifikan. Karena efek terhadap prostaglandin ini, misoprostol juga dapat bermanfaat pada beberapa kasus terkait obstetrik (persalinan).

Rebamipide adalah suatu analog prostaglandin yang sebagian mekanisme kerjanya mirip dengan misoprostol. Selain itu ada mekanisme lainnya yaitu merangsang produksi cyclooxigenase-2 (COX-2) yang juga berfungsi untuk perlindungan mukosa lambung. Dulu sempat ada anggapan bahwa COX-1 saja yang melindungi lambung; namun belakangan diketahui bahwa keseimbangan COX-1 dan COX-2-lah yang harus dipertahankan untuk perlindungan mukosa lambung yang optimal.

Bismuth digunakan utnuk mengatasi berbagai saluran cerna, seperti mual, diare, dan gastritis. Mekanisme kerjanya diduga lewat proteksi terhadap lambung dan stimulasi produksi prostaglandin. Bismuth juga memiliki efek antimikroba terhadap bakteri Helicobacter pylori sehingga digunakan sebagai salah satu komponen regimen terapi kombinasi untuk eradikasi bakteri tersebut. Tidak dianjurkan untuk anak. Efek samping utamanya yaitu perubahan lidah dan tinja menjadi hitam; tetapi hanya bersifat sementara.


Referensi:
Clinical Drug Data 11th ed; 2010


Tidak ada komentar:

Posting Komentar